Bandung, mediaarbiter.com
Peristiwa bersejarah Bandung Lautan Api (BLA) diperingati setiap 23 Maret. Pada hari di mana pada 23 Maret 1946 lalu, rakyat bersama para pejuang membumihanguskan Kota Bandung untuk mengusir penjajah Belanda.
Sebuah pengorbanan jiwa raga harta benda demi kemerdekaan Indonesia. Karena itu, peristiwa heroik tersebut tidak boleh dilupakan.
Ketua DPRD Kota Bandung, Tedy Rusmawan mengusulkan agar 10 stilasi jejak Bandung Lautan Api menjadi wisata edukasi. Hal itu dilontarkannya usai mengikuti upacara Peringatan Bandung Lautan Api di Balai Kota Bandung, Rabu (24/3).
Saya mendorong untuk direvitalisasi. Jadi bukan hanya monumen saja, harus ada edukasinya. Kami (DPRD) mohon agar ada tambahan edukasi,” pintanya.
Menurutnya, 10 stilasi bisa menjadi objek wisata sejarah. Ia juga menyarankan untuk dibuatkan jalur sepeda agar masyarakat maupun wisatawan mengetahui kawasan itu.
Agar warga Bandung mengetahui sejarah. Jadikan wisata sejarah dengan membuat jalur sepeda,” usulnya.
Jalur sepeda bisa kerja sama dengan hotel, sehingga ada kenangan dengan objek wisata sejarah Bandung Lautan Api,” tambah Tedy.
Perlu diketahui, untuk memperingati jejak-jejak peristiwa Bandung Lautan Api yang bersejarah, Bandung Heritage bekerja sama dengan sejumlah pihak pada 1997 membuat 10 stilasi.
Tak hanya persitiwa Bandung Lautan Api, stilasi tersebut juga menunjukkan tempat-tempat yang berkaitan dengan perjuangan merebut kemerdekaan.
Stilasi-stilasi tersebut di antaranya penanda tempat pertama kalinya pembacaan teks proklamasi oleh rakyat Bandung, lokasi persitiwa perobekan bendera Belanda maupun markas para pejuang Bandung Lautan Api.
Sebanyak 10 stilasi Bandung Lautan Api tersebut berada di Jalan Ir H. Juanda – Sultan Agung, Jalan Braga, Jalan Asia-Afrika, Jalan Simpang, SD Dewi Sartika, Jalan Ciguriang.
Sedangkan empat stilasi lainnya berada di belakang Kampus Unpas, Jalan Jembatan baru, Jalan Asmi, dan Gereja Gloria.
Monimen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegallega, Kota Bandung yang menggambarkan perjuangan dan pengorbanan warga Kota Bandung di masa perjuangan.
DI masa pandemi saat ini, aktivitas warga memang masih dibatasi. Pembatasan aktivitas ini merupakan bagian upaya pencegahan virus Covid-19 yang telah menjangkit sejak Maret 2020 lalu.
Sedikit mengerem aktivitas dan beradaptasi terhadap pola hidup merupakan salah satu bentuk pengorbanan agar pandemi Covid-19 tidak semakin menyebar.
Peristiwa Bandung Lautan Api bermula ketika Belanda dan Sekutu datang ke Bandung tanggal 12 Oktober 1945.
Mereka ingin merebut kembali wilayah-wilayah Indonesia dengan cara melucuti senjata Tentara Keamanan Rakyat (TKR), laskar-laskar pejuang, milisi Indonesia, tentara Jepang dan membebaskan tawanan Eropa Belanda.
Kehadiran sekutu di Kota Kembang ini mendapat sambutan kurang ramah dari para pejuang. Sejumlah pertempuran sempat terjadi diantaranya peretempuran Cihaurgeulis, Sukajadi, Pasirkaliki, Viaduct (jembatan di atas jalan), dan Balai Kereta Api.
Geram dengan sikap rakyat Bandung yang enggan meletakan senjata, Tentara Sekutu di bawah komando Kolonel McDonald memberi ultimatumnya yang kedua pada tanggal 23 Maret 1946, agar Bandung selatan segera dikosongkan oleh milisi serta rakyat sipil.
Sebetulnya seruan itu telah jauh-jauh hari digembar-gemborkan oleh Belanda dan Sekutu melaui selebaran kertas yang jatuhkan oleh pesawat Dakota milik RAF (Angkatan Udara Kerajaan Inggris), yang berbunyi: Para ekstrimis Indonesia harus mengosongkan Bandung selambat-lambatnya pada 24 Maret 1946, jam 24.00 dan mundur sejauh 11 km dari tanda kilometer nol”.
Mendapat ultimatum tersebut, para pejuang Bandung yang tergabung dalam TRI (Tentara Republik Indonesia), laskar-laskar, dan ribuan rakyat lainnya geram dan dengan tegas menolak menyerahkan tanah tumpah darah kepada Belanda.
Terkait ultimatum itu, Pemerintah Republik Indonesia melaui Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan Komandan Divisi III TRI, Kolonel A.H. Nasution, menyarankan agar para pejuang Bandung memenuhi ultimatum Sekutu.
A.H. Nasution sempat bicara soal opsi mempertahankan atau menyerahkan kota Bandung pada Perdana Menteri Sutan Syahrir.
Syahrir begitu pesimistis akan kekuatan TKR yang baru berganti nama menjadi TRI pada 26 Januari 1945. Bagi Syahrir, TRI tak akan bisa menghadapi Tentara Sekutu. Senjata TRI sangat sedikit.
Syahrir yang tak suka kekerasan dan tak suka melihat darah, menekan Nasution untuk menerima ultimatum agar Bandung dikosongkan.
Syahrir berusaha membebaskan Indonesia dari tekanan militer negara Adidaya Inggris dengan menampilkan wajah Republik Indonesia sebagai pemerintahan yang beradab dan cinta damai.
Ia pun ikut melobi agar Jenderal Inggris mau meminjamkan 100 truk untuk mengeluarkan orang-orang Indonesia dari Bandung. Tawaran truk itu ditolak Kolonel Nasution.
Karena sejatinya, Nasution dan para perwira lainnya enggan menyerahkan Bandung. Namun, dia harus taat apa kata perdana menteri. Sebagai perwira profesional, dengan pengalaman di KNIL juga, sudah seharusnya Nasution tunduk pada apa kata pemerintah.
Nasution lalu melakukan rapat bersama pimpinan militer Indonesia lainnya. Mereka sepakat tidak mempermudah kehadiran Tentara Sekutu di Bandung.
Perintah Syahrir sebagai Perdana Menteri tetap ditaati, tetapi diputuskan bahwa akan ada operasi pembakaran Bandung. Dan ini dikatakan sebagai operasi bumi hangus”. Keputusan untuk membumihanguskan kota Bandung diambil lewat musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3), yang dilakukan di depan seluruh kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia tanggal 23 Maret 1946.
Hasil musyawarah itu lalu diumumkan oleh Kolonel Abdul Haris Nasution sebagai Komandan Divisi III TRI. Ia juga memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Lalu, hari itu juga, rombongan besar masyarakat Bandung mengalir. Pembakaran kota berlangsung malam hari sambil para penduduknya pergi meninggalkan Bandung.
Pembumihangusan jadi jalan tengah bagi Nasution. Dia dan orang Indonesia lainnya keluar dari Bandung, seperti perintah Syahrir tapi dengan membakar kota yang ditinggalkannya itu.
Perintah Syahrir ditaati dan Bandung dibiarkan lepas begitu saja karena sudah jadi lautan api. Itu lebih baik ketimbang menyerahkan Kota Bandung begitu saja pada Tentara Sekutu. Sekutu tidak boleh dapat manfaat apapun dari kota Bandung karena sudah terbakar.
Dan pembakaran Bandung mulai dilaksanakan dini hari pada 24 Maret 1946. Rakyat sipil akan langsung diungsikan hari itu juga. Namun, ada yang memulai sejak pukul 21.00 tanggal 23 Maret 1946.
Gedung pertama yang dibakar adalah Bank Rakyat. Lalu sekitar Banceuy, Cicadas, Braga dan Tegallega pun dibakar. Asap pun membumbung tinggi, hingga terlihat di luar kota.
Di dalam kondisi genting ini, tentara Inggris juga menyerang sehingga pertempuran sengit tidak terhindarkan. Pertempuran terbesar berlangsung di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung. Di tempat inilah adanya gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu.
Rupanya, pejuang Indonesia Muhammad Toha serta Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) memperoleh misi penghancurkan gudang amunisi itu. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang senjata itu dengan dinamit. Walau demikian, kedua milisi itu turut terbakar di dalam gudang besar yang diledakkannya itu.
Awalnya, staf pemerintahan kota Bandung merencanakan untuk tetap berada di dalam kota. Akan tetapi, untuk keselamatan mereka, maka pukul 21.00 itu, mereka juga turut dalam rombongan yang dievakuasi dari Bandung.
Sekitar pukul 24.00, Bandung kosong dari masyarakat serta TRI. Sementara, api masih membubung membakar kota, hingga Bandung menjadi lautan api.
Strategi operasi bumihangus ini merupakan strategi yang tepat karena kekuatan TRI serta milisi rakyat memanglah tak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu serta NICA yang besar. Sesudah peristiwa Bandung Lautan Api tersebut, lalu TRI bersama dengan milisi rakyat melakukan perlawanan dari luar Bandung lewat cara bergerilya.
Jadi jika musuh Kota Bandung saat ini adalah virus Covid-19, maka mari sama-sama berjuang. Warga Kota Bandung disiplin melaksanakan protokol kesehatan.
Wali Kota Bandung, Oded M. Danial mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk kembali menggelorakan semangat perjuangan dalam peristiwa 75 tahun silam. Namun, kali ini perjuangan masyarakat yakni untuk melawan pandemi Covid-19.
Oded menuturkan, momentum Bandung Lautan Api yang kerap diperingati setiap 24 Maret memiliki makna tidak hanya sebatas pengorbanan semata. Namun, turut serta memberikan gambaran perihal kekompakan masyarakat Kota Bandung dalam menghadapi persoalan.
Kita harus belajar dari mereka (pahlawan), pertama mereka memiliki soliditas, guyub dan kompak luar biasa. Bahkan sampai mereka rela mengambil sebuah keputusan harta mereka harus dibakar,” ucap Oded usai berziarah di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Selasa, 23 Maret 2021.
Kerja sama yang solid inilah, lanjut Oded, bisa menjadi inspirasi masyarakat Kota Bandung dalam menghadapi kondisi terkini.
Dia menegaskan, kolaborasi masyarakat menjadi kunci penting dalam menghadapi pandemic Covid-19.
Hari ini, mari jadikan keteladanan buat kita. Mari guyub kita bangun kolaborasi menghadapi pandemi covid-19. Saya yakin dengan semangat pengorbanan mereka. Saya yakin pandemi covid-19 ini akan cepat hilang,” jelasnya.
Guna memperingati peristiwa Bandung Lautan Api, Oded bersama rombongan perwakilan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) berziarah ke Taman Makam Pahlawan Cikutra. Setelah diawali oleh upacara penghormatan dan mengheningkan cipta, acara lalu dilanjutkan dengan tabur bunga.
Selain makam para pahlawan peristiwa BLA, rombongan peziarah juga turut menabur bunga di makam mantan Wali Kota Bandung, Hussein Wangsa Atmaja dan Otje Djundjunan.
Lalu ke makam Aang Kunaefi dan Yogie S. M. serta tak ketinggalan makam Dr. Setiabudhi serta sejumlah tokoh lainnya tak luput dari taburan bunga.
Pada saat tabur bunga perasaan saya menerawang bagaimana 75 tahun lalu bangsa Indonesia khususnya warga Bandung dalam rangka mempertahanlan NKRI. Mempertahankan hasil sebuah kemerdekaan ketika terjadi ada invasi kembali untuk merebut wilayah Bandung,” katanya.
Luar biasa saya melihat warga Kota Bandung mereka lebih rela semua harta kekayaan rumh dibakar ketimbang diambil kembali oleh penjajah,” bebernya.
Oded menyerukan jiwa pengorbanan para pahlawan inilah yang pada kondisi kekinian kembali dibutuhkan Indonesia. Perjuangan tanpa pamrih demi Tanah Air oleh para pahlawan ini harus bisa menjadi cerminan bagi masyarakat.
Ini maknanya luar biasa. Saya melihat betapa para pendahulu punya jiwa pengorbanan luar biasa. Maka dengan situasi kekinian mari kita jadikan keteladanan,” katanya.
Sisi jiwa pengorbanan luar biasa ini kita harus hadirkan hari ini, karena Ibu Pertiwi sedang menunggu pengorbanan anak bangsa,” ungkapnya.
Oded tak hentinya menyanjung dan mengagumi para pahlawan, khususnya di peristiwa Bandung Lautan Api. Sebab, tak sedikit dari barisan nisan makam para pahlawan tersebut tanpa tertulis Namanya atau hanya ditandai dengan identidas ‘Tidak Dikenal’.
Kendati identitasnya tidak dikenal, menurut Oded, tak menjadi alasan bagi masyarakat Kota Bandung untuk melupakan jasa para pahlawan tersebut. Karena melalui pengorbanan nyawa merekalah masyarakat hari ini bisa menikmati buah dari kemerdekaan.
Itulah sebuah peristiwa sangat luar biasa, sampai-sampai para mujahid dan mujahidah mereka itu sangat luar biasa karena situasi dan kondisi sehingga mereka tidak dikenal namanya,” tuturnya.
Walau tidak dikenal namanya, tapi yang harus kita kenang itu bagaimana spirit perjuangan dalam mempertahankan ibu pertiwi,” pinta Oded. (Edwar)