Bandung, mediaarbiter.com
Ketua DPRD Kota Bandung H. Tedy Rusmawan, A.T., M.M., bersama Ketua Komisi A DPRD H. Rizal Khairul, S.IP., M.Si., Bandung, Selasa (29/8/2023). Diskusi kali ini bertema “Reklame, Antara Masalah Kota Atau Pendulang PAD.”
Turut hadir Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna, pengamat kebijakan publik Rusli K. Iskandar, serta Ketua Ikatan Pengusaha Reklame Kota Bandung (IPRKB) Wid Sunarya.
Tedy Rusmawan mendukung penuh upaya Pemerintah Kota Bandung untuk menertibkan pelanggaran reklame di Kota Bandung. Apalagi Kota Bandung telah memiliki aturan kuat melalui Perda No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Reklame. Diketahui, ada lebih dari 600 reklame tak berizin di Kota Bandung.
“Sebetulnya aturan sudah memadai. Maka, harus ditegakkan aturan yang sudah ada.
Ini menjadi komitmen penegakkan Perda yang harus betul-betul dijaga supaya hadir keadilan pada keberadaan reklame di Kota Bandung,” ujar Tedy.
Ia menjelaskan, di setiap pembahasan DPRD terkhusus soal anggaran, pajak reklame selalu menjadi catatan. Dewan berharap Pemkot Bandung bisa meraup banyak pendapatan daerah dari mata pajak ini supaya hasilnya ke depan bisa mendorong kemajuan kota lebih menjanjikan.
“Di LKPJ menjadi bahasan yang cukup panjang untuk membenahi performa reklame. Perlu upaya yang lebih kuat lagi termasuk soal penegakan regulasi yang disempurnakan dari waktu ke waktu. Yang relatif mudah apa yang dilakukan Pemkot Batam, ukuran reklame cenderung standar. Di Bandung itu bervariasi dan cenderung semrawut. Sehingga sulit mengevaluasi dan menatanya. Penempatannya juga relatif sama. Ini tentu menjadi perhatian kita,” ujarnya.
Dengan upaya penertiban reklame ilegal, ia meyakini Kota Bandung bisa lebih bersolek dengan penataan dan penempatan media luar ruang ini dalam koridor estetika kota. Penertiban ini diyakini pula bakal memacu kreatif para pemilik reklame, sekaligus meningkatkan PAD Kota Bandung.
“Potensi bisa ditingkatkan lebih lagi. Mudah-mudahan target di tahun sekarang bisa tercapai. Dari kajian, pendapatan dari reklame sebenarnya masih bisa lebih tinggi lagi,” ujar Tedy.
Rizal Khairul menambahkan, ia beberapa kali menemukan reklame ilegal yang dibongkar pagi, muncul kembali sore hari. Padahal, dalam Perda No. 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Reklame sudah diatur mengenai estetika pemasangan reklame. Bahkan telah diatur zonasi reklame sesuai tematik.
Ia juga meminta perhimpunan pengusaha reklame untuk menyosialisasikan aturan tentang reklame sesuai Perda. Jika memang ada pelanggaran di lapangan, maka dibutuhkan koordinasi cepat supaya pengusaha pelanggar yang bukan anggota tidak mencoreng nama perhimpunan.
“Kita tidak tahu seperti apa yang ilegal di lapangan. Ini PR bersama pemerintah dan pengusaha. Ketika melanggar estetika, ada baiknya dibantu juga oleh pengusaha. Jangan sampai nama anggota pengusaha reklame resmi rusak karena penempatan reklame ilegal dari yang bukan anggota perhimpunannya,” ujarnya.
Rizal meyakini para pengusaha lebih memahami kaitan estetika pemasangan reklame di lapangan. Karena pada dasarnya pengusaha menginginkan reklamenya bisa memasang produk di daerah tertentu dan menarik perhatian.
“Kami pandang di dua sisi. Satu di Pemkot dan sisi lain dari pengusaha. Komisi A ini tempatnya mengadu, dari warga sampai pengusaha. Posisi kita ada di tengah, ada fungsi pengawasan eksekutif, tentu ada pula mendengarkan suara dari masyarakat, termasuk pengusaha. Kami akan melakukan langkah-langkah supaya pengusaha ini dilibatkan dalam sejumlah rencana peraturan ke depan, meski selama ini sudah dilakukan. Mari membuat langkah bersama untuk membangun Kota Bandung yang menjadi ruang bersama,” ujar Rizal.
Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, Pemkot Bandung akan terus menertibkan reklame ilegal yang terbukti melanggar baik dari sisi zonasi maupun konten reklame.
“Pelanggaran reklame itu marak. Sudah tempat tidak seusai, kontennya juga tidak sesuai. Ini yang menjadi karut marut reklame di Kota Bandung. Saya punya keyakinan Perwal yang ada tidak ada yang bertentangan dengan peraturan yang ada. Yang ilegal ada lebih dari 650 reklame dan kita akan terus melakukan penertiban,” kata Ema.
Langkah penegakan aturan ini, kata Ema, akan menjadikan Bandung lebih tertata secara estetika sekaligus menyaring pendapatan daerah dari pajak reklame yang memiliki izin.
“Potensi reklame itu seharusnya sudah terukur karena kita berangkatnya dari izin. Kalau tidak ada izin tentu kita tertibkan. Kita pegang amanat dari KPK bahwa pajak harus bersumber dari yang sifatnya legal. Tinggal bagaimana agar pelangaran tereduksi bahkan tereleminasi. Jangan selalu berasumsi pendapatan hanya dari outdoor (media luar ruang), karena dari indoor juga jadi ada perhitungan pajaknya seperti dari mal, pusat komersial dalam ruangan, dan lain sebagainya.(Rekky nt)