Bandung, mediaarbiter.com
Jawa Barat membutuhkan 144 sekolah baru untuk tingkat SMA/SMK Negeri. Data tersebut didapat berdasarkan kajian yang dilakukan Dinas Pendidikan (Disdik). Namun dari ratusan sekolah baru yang dibutuhkan itu, hanya ada segelintir yang jadi prioritas untuk dibangun.
Kepala Disdik Jabar Wahyu Mijaya mengatakan, data 144 sekolah baru yang dibutuhkan itu didapat dari 128 kecamatan yang tidak memiliki SMA/SMK Negeri dan 16 kecamatan yang tidak memiliki SMA/SMK Negeri maupun swasta.
Jadi berdasarkan data yang kita miliki ada 128 kecamatan dari 620 kecamatan yang ada di Jawa Barat itu tidak ada sekolah (SMA/SMK) negerinya, tetapi sekolah swastanya ada. Kemudian ada di 16 kecamatan itu tidak ada sekolah negeri dan sekolah swasta,” kata Wahyu Rabu (10/1/2024).
Dari 144 itu, Wahyu menyebut, Disdik Jabar membuat skala prioritas untuk membangun sekolah. Prioritas pertama dilihat dari jumlah lulusan SMP sederajat, kemudian prioritas berikutnya dilihat dari jumlah sekolah di kecamatan terdekat.
“Sehingga dari beberapa permintaan itu maka kita buatkan prioritas-prioritas mana yang harus kita bangun. Kemudian membangun 144 tadi tidak berarti 2024 kita langsung membangun, tidak,” ungkapnya.
Di tahun 2024 ini, lanjut Wahyu, Disdik Jabar akan lebih dulu menyelesaikan program yang belum selesai seperti membangun beberapa sekolah di lahan yang telah tersedia. Baru kemudian, Disdik Jabar akan membuat Detail Engineering Design (DED) untuk 11 sekolah.
“Untuk 2024 ini kita juga buatkan DED-nya setidaknya di 11 sekolah yang akan kita bangun. Jadi, 144 itu kita lakukan secara bertahap, tidak bisa langsung serta-merta ada,” ujar Wahyu.
Sehingga menurutnya, pembangunan sekolah tidak serta-merta memprioritaskan di 16 kecamatan yang belum memiliki sekolah negeri maupun swasta. Adapun 16 kecamatan itu berada di Ciamis, Garut, Kuningan, Purwakarta dan Sumedang.
“Tidak berarti karena 16 kecamatan itu tidak ada sekolah negeri dan swasta kemudian prioritas. Tapi kita lihat yang pertama berapa jumlah lulusan di SMP, MTS di daerah tersebut. Kemudian berapa usia tertentu yang memang di usia sekolah,” paparnya.
“Kemudian juga faktor kedekatan dengan kecamatan yang lain yang masih bisa ditampung oleh sekolah di kecamatan terdekat. Jadi beberapa pertimbangan tidak hanya sekedar karena kosong, karena tidak ada kemudian kita bangun. Tapi juga suplai siswa yang akan masuknya juga kita pertimbangkan dan lain-lain yang kita pertimbangkan,” lanjutnya.
Perlu Biaya Besar
Lebih lanjut, Wahyu juga menyatakan, membangun sekolah diperlukan biaya yang sangat besar. Biaya tersebut diperlukan untuk pengadaan lahan dan mendirikan bangunan seperti ruang kelas, laboratorium hingga toilet.
“Kalau membangun sekolah secara lengkap itu besar kan (biayanya). Tanah 1 hektare, kemudian ruang TU, ruang kepala sekolah, ruang kelas, praktek, toilet, ruang osis dan lain sebagainya, itu pasti besar,” tegasnya.
Karena itu, Disdik Jabar akan lebih dulu membangun sekolah dengan konsep minimalis. Baru di tahun anggaran berikutnya, pembangunan sekolah bisa dilanjut dengan biaya dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Tahun-tahun berikutnya kita langsung masukkan ke dalam DAK. Sehingga proses pembangunannya itu bisa berlanjut gitu. Jadi tidak langsung oleh kita gitu kan,” pungkasnya. (Rekky nt)