Bandung, mediaarbiter.com
Tanggal 2 Oktober, kami rakyat Indonesia merayakan Hari Batik Nasional. Acara ini mengingatkan saya pada kenangan 5 tahun lalu saat saya presentasi di 3 tempat yang berbeda di tahun yang sama yaitu 2019.
Acara pertama adalah Presentasi paper saya di Seminar IIF di Universitas Cheng Kung, Taiwan mewakili UIN Bandung. Tentu saja saya presentasi dengan menggunakan baju batik.
Acara kedua adalah ACRP (Annual Conference on Research Proposal), yaitu acara presentasi bagi semua nominasi yang proposalnya terpilih untuk mendapatkan dana riset dari Kementrian Agama tahun 2020. Sebagai informasi jumlah proposal yang mendaftar saat itu adalah sebanyak 2.314 proposal, alhamdulillah proposal saya lolos sebagai nominasi.
Kemudian acara ketiga yaitu dua minggu setelah ACRP, paper saya bersama teman-teman dosen dari UIN Makassar dan Papua berhasil terpilih untuk dipresentasikan pada kategori Selected Panel AICIS (Annual International Conference on Islamic Studies) 2019. Jumlah akademisi yang datang adalah sebanyak 1700 akademisi dari seluruh dunia.
Saat itu, rasanya sangat melelahkan karena harus presentasi di berbagai tempat yang berbeda tapi juga senang karena proposal dan paper saya bersama teman-teman bisa masuk ke tingkat Nasional dan Internasional. Berita baiknya adalah, alhamdulillah proposal saya berhasil lolos sebagai penerima dana Short Course Overseas ke Turki yang dibiayai oleh Kementrian Agama.
Persamaan dari ketiganya adalah ternyata saya memakai batik yang sama walaupun acaranya berbeda. Batik ini pula yang saya pakai ke setiap acara penting yang saya hadiri. Presentasi dengan menggunakan batik membuat identitas saya langsung dengan mudah dikenali, yaitu akademisi dari Indonesia.
Thanks to UIN Bandung @uinsgd.official dan Kementrian Agama @kemenag_ri untuk support yang luar biasa pada setiap perjalanan karier yang saya lalui. Yuk pakai batik kemanapun kita pergi.
Anggita Rahmi Hafsari, Dosen Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN Sunan Gunung Djati Bandung (Rekky nt)