Bandung, Media Arbiter
Ketua Pansus 9 DPRD Kota Bandung, Elton Agus Marjan, S.E., mengatakan Raperda Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat akan menjadi payung hukum dan pendoman apabila terjadi konflik di masyarakat. Diharapkan, dengan adanya aturan ini mendorong Kota Bandung tetap guyub dan rukun.
“Seperti kemarin terjadi di Arcamanik, ini kan perlu payung hukum dan bebeeapa kejadian yang lalu. Maka dari itu, DPRD berinisiasi membuat Perda tentang Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat,” ungkap Elton.
Raperda ini, kata Elton, sebetulnya tidak mengatur konflik agama, dan tidak masuk dalam ranah ajaran agamanya. Namun mengatur hubungan antar umar bergama, sehingga harapannya di Bandung senantiasa guyub dan rukun
“Apakah di Bandung rentan (konflik, red)? Dibilang riskan juga tidak juga, tapi ada. Jadi kita sedia payung sebelum hujan, jadi bila kedepan ada apa-apa kita bisa menyelesaikan. Ini sebagai antisipasi saja,” ujarnya.
Perda Keberagaman Kehidupan Bemasyarakat, kata Elton, tidak terfokus pada paham agama. Terlebih di Kota Bandung ini dihuni warga dari berbagai suku, budaya, agama dan kepercayaan.
“Tidak sebatas agama, bahkan konflik ekonomi. Karena bisa jadi ada kepentingan ekonomi ditengah konflik tersebut,” ujarnya.
Ia mengetahui hal itu saat kunjungan ke Salatiga. Saat itu dicontohkan terkait pendirian gereja dan terjadi konflik yang memang kelihatannya berkaitan dengan agama. Namun ternyata hal yang dipermasalahkan adalah lahannya.
Pasalnya, lahannya berada di lokasi yang cukup strategis dan terdapat orang yang mengincar tempat itu, maka diprovokasi sehingga terjadilah konflik
“Maka sebenarnya itu bukan kepentingan agama, tapi bisa ekonomi. Jadi konflik itu bisa karena masalah ekonomi, tidak hanya SARA,” ungkapnya.
Intinya, kata Elton, raperda ini bukan hanya mengatur tentang masalah agama, karena itulah disebut keberagaman dan kehidupan bermasyarakat. “Perda ini payung hukum atau salah stau solusi kita berinteraksi, betoleransi baik antar umat beragama atau antar suku,” jelasnya.
Ditegaskannya, Pansus 9 tidak spesifik membahas soal agama, karena raperda ini mangatur soal potensi konflik yang bisa timbul di kehidupan bermasayarakat. “Di sana membahas bagaimana cara menyelesaikan kalau ada kasus, kalau ada konflik sosial juga,” ujarnya.
Raperda ini, kata Elton, terdapat 21 pasal dengan 11 bab dan saat ini masih dibahas. “Kalau saya baca secara lengkap yang paling penting kalau tejadi konflik, disebutkan ada beberapa metoda atau cara penyelesaian konflik. Dengan adanya perda, nanti akan ada pedoman atau pegangan,” terangnya.
Ditargetkan, raperda ini beres dibahas pada Agustus dan bisa disahkan menjadi perda. “Target di Agustus sudah beres, karena tidak terlalu banyak konflik kepentingan. Ini raperda yang mengatur keberagaman dan kehidupan bermasyarakat, jadi tidak ada muatan politis,” pungkasnya.