media arbiter com
Uang tersebut diduga dipinjam oleh Wawan, mantan Kaur Keuangan Pekon Sri Kuncoro, sejak tahun 2019. Namun hingga kini, dana itu tak pernah dikembalikan, sementara BUMDes berhenti beroperasi dan masyarakat kehilangan kejelasan nasib uang desa itu.
Kisruh ini terungkap saat serah terima jabatan kepala pekon antara Penjabat Kepala Pekon dengan kepala pekon terpilih, Erwantoni. Dalam proses itu, Erwantoni mengaku hanya menerima dokumen administrasi BUMDes, tanpa disertai fisik dana atau bukti kas tunai.
“Saya hanya menerima berkas-berkasnya saja. Kalau uangnya tidak ada sama sekali. Jadi saya tidak mau menandatangani berita acara itu,” kata Erwantoni dengan nada heran, Jumat (17/10/2025).
Temuan ini memunculkan pertanyaan besar di tengah warga, ke mana larinya dana BUMDes senilai Rp31 juta yang digelontorkan melalui Dana Desa tahun 2018 di bawah kepemimpinan Kepala Pekon Mulyono.
Ketua BUMDes Permata Mulia membenarkan bahwa dana tersebut pernah dipinjam oleh Wawan, yang saat itu menjabat sebagai Kaur Keuangan Pekon Sri Kuncoro.
“Benar, waktu itu Pak Wawan pinjam uang BUMDes. Katanya untuk kebutuhan pekon dan nanti dikembalikan, tapi sampai sekarang belum pernah ada pengembalian,” ungkapnya kepada wartawan.
Menurutnya, pencatatan keuangan BUMDes sudah tidak berjalan sejak 2019. Tidak ada laporan keuangan tahunan, kegiatan usaha macet, dan modal BUMDes praktis hilang tanpa kejelasan.
Saat dikonfirmasi, Wawan, mantan kaur keuangan yang disebut meminjam dana BUMDes enggan memberikan penjelasan. Bukannya menjawab, ia justru balik bertanya mengenai sumber informasi.
“Itu info dari mana?” ucapnya singkat, tanpa penjelasan lebih lanjut, lalu menutup pembicaraan.
Sikap bungkam tersebut justru memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana desa, apalagi menyangkut uang BUMDes yang seharusnya menjadi aset masyarakat.
Pengamat hukum tata kelola desa menilai bahwa peminjaman dana BUMDes tanpa prosedur resmi dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum.
“Dana desa dan BUMDes termasuk keuangan negara. Bila ada pihak meminjam atau menggunakan tanpa mekanisme resmi, itu bisa dijerat Pasal 3 atau Pasal 8 UU Tipikor, karena termasuk penggelapan atau penyalahgunaan jabatan,” tegas praktisi hukum asal Lampung, saat dimintai tanggapan.
Ia menilai, pemerintah kecamatan dan Inspektorat Kabupaten Tanggamus wajib segera melakukan audit investigatif untuk memastikan ke mana aliran uang tersebut, siapa yang bertanggung jawab, dan apakah terjadi unsur pidana.
Di tengah kabar hilangnya dana BUMDes itu, masyarakat Sri Kuncoro kini menuntut transparansi. Mereka meminta aparat pekon dan penegak hukum tidak menutup mata terhadap dugaan penyimpangan yang telah mencoreng kepercayaan publik.
“Uang itu dari Dana Desa, berarti uang rakyat. Kalau ada yang salah kelola, harus diproses hukum. Jangan diam saja,” tegas salah satu tokoh masyarakat setempat.
Sementara saat dikonfirmasi, Mulyono, mantan Kepala Pekon Sri Kuncoro secara tidak langsung mengakui bahwa dana BUMDes sebesar Rp31 juta pada masa jabatannya dipakai untuk kepentingan pekon.
“Mungkin iya memang benar waktu itu untuk kepentingan pekon, tapi rincian untuk kegunaannya saya ga ingat, memang betul saya masih ngejabat kepala pekon waktu itu” kata Mulyono santai.
Mulyono mengaku bahwa wawan, mantan kaur keuangan pada masanya saat itu meminjam uang bumdes bukan untuk kepentingan pribadi melainkan untuk kepentingan pekon, tapi kegunaannya ia mengaku lupa.tandas nya ROSIDI