Bandung, mediaarbiter.com
Santri itu identik dengan sarung, baju koko, dan peci. Siapa nyana, ternyata itu semua adalah simbol. Dalam tafsiran saya, sarung itu simbul elastisitas dan keluasan. Seorang santri itu punya pemikiran dan sikap yang elastis dan luas. Elastis artinya pandai membaca keadaan. Luas artinya berpikir dengan spektrum yang luas tidak sempit.
Baju koko itu adalah simbol religius. Santri itu memiliki karakter religi. Setiap tindak-tanduk dan ucapannya selalu dilandasi nilai-nilai religi. Pantang berperilaku keluar dari norma-norma agama.
Peci itu penutup kepala. Kepala ini tempat tersimpan otak. Otak dapat berpikir sangat bebas sekemaunya. Perlu ada kendali. Tidak boleh sembarangan. Pemikiran yang ngaco dan berdasar harus ditutup. Pemikiran yang tidak memberi manfaat apa-apa harus disumbat.
Karakter-karakter di atas layak hadir pada semua penghuni kampus. Kampus harus memberi kesempatan kepada civitas akademika untuk berpikir secara luas dan terbuka. Berpikir luas menandakan kedalaman ilmu. Berpikir terbuka artinya menghargai perbedaan, menghargai keragaman. Ini artinya moderasi dalam berpikir.
Kampus harus menghadirkan suasana religius. Terlebih kampus-kampus Islam. Terlebih lagi pada perilaku-perilaku akademik. Suasana religius tidak harus selalu formalistik-lahiriah. Yang terpenting lagi adalah pada perilaku.
Kampus harus menghadirkan acuan-acuan nilai yang menjadi rujukan dalam berpikir dan beranalisis. Bebas, tapi ada batasnya. Nilai-nilai itulah yang membatasi kebebasan. “Berpikirlah tentang makhluk, bukan tentang substansi (Dzat) Penciptanya, karena pikiran tidak akan sanggup menjangkaunya,” begitu Nabi mengingatkan tentang keterbatasan jangkauan otak.
Jadi, kampus ini bisa disantrikan jika sudah sanggup menghadirkan karakter-karakter santri di atas. Kampus ini adalah sebuah “pesantren” tempat menyemai mahasiswa-mahasiswa agar memiliki karakter santri.
Mari, hadirkan karakter-karakter santri di kampus ini. Selamat Hari Santri Nasional 2023, “Jihad Santri, Jayakan Negeri”.
Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag., Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung. (Rekky nt)