Bandung, mediaarbiter.com
Konsorsium Keilmuan Wahyu Memandu Ilmu (WMI) menggelar diskusi bertajuk “Memperkokoh Identitas kajian Keilmuan UIN Sunan Gunung Djati Bandung” yang berlangsung di Aula Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), Jumat (16/2/2024).
Guru besar FDK dan Pascasarjana, Prof. Dr. H. Asep Saeful Muhtadi, MA, manjadi narasumber utama dipandu oleh Ketua Program Magister Studi Agama-agama, Prof. M. Taufiq Rahman, MA.
Acara yang dihadiri oleh para akademisi, ketua program studi, ketua lembaga, dan civitas akademika ini dibuka oleh Prof. Dr. H. Supiana, M.Ag., Ketua Konsorsium Keilmuan UIN SGD Bandung.
Dalam sambutannya, Prof Supiana menjelaskan bahwa tujuan dari diskusi ini untuk memperkuat jaringan silaturahmi dan dilaksanakan secara bergilir di fakultas-fakultas lainnya.
Ia menekankan pentingnya UIN Bandung dalam mengelola program studi umum, dengan tujuan untuk memperkuat kajian ilmu agama Islam. “Program penguatan identitas kajian keilmuan di UIN Bandung akan terus dilakukan untuk mengikuti perkembangan zaman,” ujarnya.
Sebagai tuan rumah Dekan FDK, Prof. Dr. H. Enjang AS., M.Si., M.Ag., menyambut hangat kedatangan para peserta. Kegiatan ini merupakan kesempatan emas untuk mempererat tali silaturahmi antaranggota civitas akademika, serta sebagai upaya untuk mengenalkan lebih jauh Fakultas Dakwah dan Komunikasi kepada peserta yang belum pernah mengunjunginya. “FDK sangat terbuka untuk siapa pun, dengan segala perbedaan yang ada, bagi semua civitas academika di lingkungan UIN SGD Bandung,” ujarnya.
Menurut Prof Taufiq, tema ‘Wahyu Memandu Ilmu’ ini merupakan satu kelanjutan dari bahasan ‘Islamisasi Pengetahuan’ yang diramaikan sebelumnya di Malaysia terutama yang dipraktekkan di IIUM (International Islamic University of Malaysia).
Dalam pemaparan utamanya, Prof. Dr. H. Asep Saeful Muhtadi, MA., menegaskan tentang pentingnya pemahaman terhadap wahyu dalam konteks ilmu pengetahuan. Seharusnya tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan dan wahyu, karena keduanya bersumber dari pengetahuan Allah. “Bagi saya yang tepat ialah ‘Ilmu memandu wahyu’, bukan sebaliknya. Ilmu itu yang menjelaskan tentang adanya wahyu atau ayat Quran,” tegasnya.
Prof. Asep menyoroti peran penting pimpinan prodi dalam mengevaluasi kurikulum yang ada, serta menyesuaikan mata kuliah dengan kebutuhan zaman. “Mahasiswa harus memahami substansi wahyu sesuai dengan ilmu yang dipelajarinya, spirit utamanya adalah Islam, memperkenalkan Islam secara kokoh kepada mahasiswa sebelum mempelajari ilmu apa pun,” tambahnya.
Kegiatan ini juga diwarnai dengan diskusi yang menarik tentang peran yang seharusnya diemban oleh Konsorsium WMI UIN Bandung ke depannya, diantaranya Dr. Rohmanur Aziz, S.Sos.I., M.Ag., Ketua Prodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) “peran konsorsium dalam mengorkestrasikan kurikulum yang ada dengan paradigma keilmuan utama di UIN Bandung yakni wahyu memandu ilmu,” paparnya.
Persoalan kekurangan dosen di berbagai bidang, terutama yang berkeahlian di bidang ilmu umum, yang bisa saja diselesaikan oleh peran strategis Konsorsium. Ini disampaikan oleh Dr. Irfan Fahmi, S.Psi., M.Psi., Wakil Dekan II Fakultas Psikologi, “di mana kekurangan dosen di bidang-bidang ilmu Islam seperti Bahasa Arab, Ilmu Tauhid dll seharusnya bisa dinaungi atau dipayungi saja oleh konsorsium agar setiap fakultas tidak kelimpungan mencari dosen di bidang ilmu-ilmu tersebut,” tuturnya.
Diskusi ini diramaikan dengan bahasan “mengkaji ulang” Wahyu Memandu Ilmu. Konsep itu menurut Dodo Widarda, M.Hum, dosen Fakultas Ushuluddin, “sudah sangat ajeg dan telah lama digunakan sebagai landasan keilmuan di UIN Bandung,” ungkapnya.
Hal ini pun disetujui Dr. Dadang Darmawan, Sekretaris Program Doktor Studi Agama-Agama Pascasarjana, karena itu merupakan tradisi khas UIN Bandung. Namun demikian, Dodo menyetujui paparan Prof. Asep bahwa kontekstualisasi wahyu terhadap ilmu itu harus diperbaharui. “yang penting esensinya ialah semangat melawan perkembangan ilmu Barat terutama empirisme dan positivisme dengan memunculkan paradigma baru keilmuan seperti ilmu tasawuf yang bertumpu pada ranah irfani manusia,” tandasnya.
Secara umum peserta merasa tersadarkan kembali dengan adanya diskusi ini, terutama karena ada hubungannya dengan aksentuasi baru pada Visi UIN Bandung 2024-2029, yaitu ada kata kunci “Rahmatan Lil ‘Alamin.”
Akhirnya, diskusi tersebut menyisakan ‘pekerjaan rumah’ Senat, yaitu membuat struktur keilmuan per disiplin ilmu beserta team teaching dosennya; sehingga menjadi pedoman bagi seluruh pimpinan fakultas, pascasarjana di UIN Bandung. (Rekky nt)