RISIH DIBERITAKAN KEPSEK SMAN 1 Semaka Klarifikasi Lewat Media Tandingan

Tanggamus|| nedia ARBITER COM

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Semaka merasa tidak nyaman atau terganggu (risih) karena suatu berita yang beredar tentang “Pembangunan Proyek Renovasi Gedung, SMAN 1 Semaka Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Kepsek Bungkam?”

Atas dasar pemberitaan tersebut Kemudian pihak sekolah berusaha melawan atau meluruskan informasi dengan cara membuat atau mencari berita versi lain (berita tandingan) yang berfungsi sebagai klarifikasi.

Jika berita awal dianggap salah atau tidak akurat, kenapa tidak berupaya melakukan siaran pers resmi, konferensi pers, pernyataan di media sosial, atau bahkan wawancara eksklusif dengan media sebelumnya (red*) yang dianggap lebih netral atau berpihak.

Berikut Pernyatan dari salah seorang Tim investigasi dilapangan yang memberitakan terkait gedung sekolah SMAN 1 Semaka:

“Hemm, ada yang beda pendapat soal berita kami. Santai, mari kita luruskan. Data kami dari sumber-sumber yang terpercaya cek detailnya di link sebelumnya ya!. Kami menghormati perbedaan pendapat,” jelasnya.

Dampak Pada Masyarakat dan Siswa

“Berita ini bukan sekadar soal angka korupsi, tapi tentang masa depan siswa dan kualitas pendidikan di Lampung. Kami mengangkat isu ini karena bangunan sekolah yang seharusnya aman dan nyaman, diduga telah pengabaian Petunjuk Teknis (Juknis) dan konflik kepentingan yang mencolok. Kami berharap berita ini mendorong tindakan tegas dari pihak berwenang.” Terangnya tim investigasi, inisialnya belum kita sebutkan

Sekolah Revitalisasi SMA Negeri 1 Semaka Juknis Diabaikan, Peran P2SP Dipertanyakan:

Proyek revitalisasi SMA Negeri 1 Semaka, yang dibiayai APBN 2025 senilai Rp 1,176 miliar lebih, seharusnya menjadi mercusuar transparansi dan pemberdayaan lokal. Namun, alih-alih mewujudkan semangat swakelola yang dicanangkan pemerintah, proyek ini kini justru menjelma menjadi monumen ironi, memicu gelombang kritik tajam atas dugaan pengabaian Petunjuk Teknis (Juknis) dan konflik kepentingan yang mencolok.

Sorotan utama tertuju pada dugaan pelanggaran Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor: M2400/C/HK.03.01/2025. Regulasi yang seharusnya menjadi panduan utama ini, kini terkesan hanya menjadi pajangan administratif, diabaikan demi kepentingan yang belum terungkap.

P2SP: Panitia ‘Swakelola’ yang Mengabaikan Lokal?

Juknis secara eksplisit mengatur pembentukan Panitia Pelaksana Swakelola Pendidikan (P2SP) yang bertugas krusial, termasuk “memilih dan menetapkan jumlah pekerja, serta membagi pekerja sesuai dengan kualifikasi dan bidang keahlian.” Namun, fakta di lapangan justru menampar keras prinsip ini. Sebagian besar tenaga kerja yang kini sibuk membangun SMA Negeri 1 Semaka dilaporkan berasal dari luar Kecamatan Semaka, bahkan dari daerah yang lebih jauh.

“Kami punya banyak tukang terampil di sini, yang jelas-jelas warga Semaka. Kalau memang semangatnya swakelola, kenapa P2SP tidak memprioritaskan kami? Ini seperti fungsi P2SP dalam memilih pekerja hanya formalitas belaka, sekadar memenuhi syarat di atas kertas,” keluh seorang warga lokal yang enggan disebut namanya, menyiratkan kekecewaan mendalam atas pengabaian potensi lokal. Pertanyaan besar pun muncul: Untuk siapa sebenarnya P2SP bekerja jika bukan untuk masyarakat setempat?

Rangkap Jabatan: Resep Konflik Kepentingan yang ‘Sempurna’

Kejanggalan lain yang tak kalah mencengangkan adalah praktik rangkap jabatan yang terjadi di internal sekolah. Informasi yang dihimpun dari sumber dalam menyebutkan, seorang guru bersertifikasi dengan ‘dedikasi’ luar biasa, mampu merangkap berbagai posisi strategis yaitu: Waka Sarpras, Bendahara BOS, Bendahara Barang, Juru Bayar Gaji, dan kini, Bendahara Pembangunan proyek revitalisasi ini.

Praktik ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan sebuah resep sempurna untuk konflik kepentingan.

APH dan Pihak Terkait: Menanti Gerak atau Menunggu ‘Nasi Jadi Bubur’?

Melihat karut-marut yang terkuak, desakan agar aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan bukan lagi sekadar permintaan, melainkan sebuah keharusan. Publik menanti bukti nyata bahwa ‘penegakan hukum’ bukan hanya jargon di atas kertas. Apakah APH akan menunggu hingga semua potensi penyimpangan anggaran menjadi fakta tak terbantahkan, ataukah akan proaktif menyelamatkan uang rakyat yang berpotensi diselewengkan?

Publik kini menuntut transparansi dan akuntabilitas penuh, demi mengembalikan marwah program revitalisasi satuan pendidikan yang dibiayai dari keringat rakyat

Hingga saat ini, masih menunggu pihak SMA Negeri 1 Semaka untuk memberikan klarifikasi resmi. Bukan menanti dari media tandingan.tsndas nya RS TIM

(Tim)

Pos terkait